Menu

Mode Gelap
Ketua DPD RI Sebut Ormas Penting Sebagai Penghubung Aspirasi Publik Gubernur Dinilai Tidak Serius Tanggapi Perihal Musorprov KONI Di Hadapan Wakil Bupati Se-Bengkulu, Sultan Minta Eksekutif Tidak Baper Jika Diawasi Proyek PGE Hulu Lais Habiskan Anggaran Rp 3,5 Triliun Bela Gubernur DKI, Waket DPD RI Sebut UMP DKI Adil dan Proporsional

Advertorial · 31 Okt 2022 13:17 WIB ·

Pasien RSKJ Soeprapto Bengkulu 2022 Meningkat


 RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu.(Doc:Adv) Perbesar

RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu.(Doc:Adv)

Aktivitasnusantara.Com-Jumlah orang dengan gangguan kejiwaan (ODGJ) di Provinsi Bengkulu cukup tinggi. Tahun 2021 lalu, ada 2.380 pasien ODGJ yang dirawat di Rumah Sakit Khusus Jiwa (RSKJ) Soeprapto Bengkulu. Sementara untuk tahun 2022 ini, hingga Senin (31/02/2022), tercatat RSKJ sudah merawat 116 ODGJ.

Dijelaskan Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSKJ Soeprapto Provinsi Bengkulu, Danirul Sanadi, SKM, ODGJ yang menjalani rawat jalan ratarata per harinya itu di atas 100 orang.

Setiap Senin dan Sabtu, jumlah ODGJ yang melakukan rawat jalan akan lebih banyak lagi. Untuk sekarang lanjutnya, proses rujukan dikunci oleh sistem yang ada di BPJS atau by sistem.

Sehingga, tidak semua pasien yang bisa ke RSKJ Soeprapto apalagi pasien yang baru.

Alasannya karena RSKJ Soeprapto ini adalah rumah sakit tipe B, sehingga pasien yang baru harus ke RS tipe C dulu terutama yang ada psikiaternya.

“Walaupun kadang-kadang ada beberapa pelanggan kita itu mengeluh, komplain ke kita. Kadang ada yang tidak ingin memakai BPJS karena ingin langsung ke sini,” kata Danirul.

Ditambahkannya, ada banyak macam penyebab gangguan kejiwaan yang dialami pasien. Namun, lebih didominasi faktor sosial ekonomi.

Dikatakan, selain karena faktor sosial ekonomi, yang memicu ODGJ adalah faktor genetik.

“Untuk di rumah sakit kita, paling banyak itu karena faktor sosial ekonomi seperti kehilangan pekerjaan, perceraian, masalah sekolah, kuliah, dan masalah penghasilan,” ucap Danirul.

Untuk faktor sosial ekonomi ini, bisa dibilang sebagai pencetus utama penyebab ganguan kejiwaan terbanyak. Karena awalnya, orang mengalami ganguan jiwa hebat itu dimulai dari depresi.

Faktor Genetik

Untuk faktor genetik, biasanya sudah tampak sejak kecil karena kepribadiannya agak berbeda dari yang lain.

Seperti terlalu tertutup, terlalu pendiam, ada juga dari anak yang memang mentalnya tidak disiapkan oleh orangtuanya karena terlalu dimanja.

Sehingga, ketika dia dapat masalah dia tidak dapat mengatasi masalah itu dan membuat dirinya depresi berat hingga mengalami ganguan kejiwaan.

“Kalau dari sifat-sifat yang dibawa yaitu tadi dari faktor genetik, mungkin dia sedari kecilnya pendiam atau dari kecil sering dianiaya dan ada juga karena mengalami trauma hebat,” tambahnya.

Untuk jumlah pasien sepanjang tahun 2021 sebanyak 2.380 rata-rata berasal dari Kota Bengkulu. Sebanyak 1.395 di Diagnosa Skizofrenia Unspesifik (mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, dan perubahan sikap/kesulitan membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada diri sendiri).

Per tanggal 04 Februari, sebanyak 116 pasien yang dirawat inap. “Tiap harinya gak sama, kadang ada yang pulang ada yang masuk,” imbuhnya.

Ia juga menyampaikan, untuk pasien yang sembuh tidak dapat dipastikan berapa jumlahnya. Karena, pihaknya juga sulit untuk mengkategorikan mana pasien yang sembuh dan mana yang belum. Karena pasien yang pulang banyak kategorinya.

Ada yang pulang paksa, atau pasien yang belum diperbolehkan pulang oleh rumah sakit tetapi pihak keluarga pasien melihat perkembangan pasien yang lambat sembuh terkadang berfikir untuk berobat dengan alternatif yang lain.

“Karena maunya keluarga pasien ini kan yang instan. Maksudnya setelah kita kasih obat si pasien itu harus ada perubahan, tetapi kenyataannya penyakit kejiwaan tidak seperti itu,” sambungnya.

Dosis Obat

Dilanjutkan Danirul, obat yang diberikan bukan obat seperti penyakit fisik dengan dosis yang tinggi. Melainkan dosis yang digunakan untuk penyakit kejiwaan ini rata-rata dosisnya rendah, dosisnya akan meningkat secara bertahap.

Pemberian dosis secara bertahap ini, bertujuan untuk menghindari rasa yang tidak nyaman akibat efek samping dari obat.

Juga, untuk melihat perubahan yang signifikan dari obat yang diberikan kepada pasien sekitar dua minggu.

Setelah dua minggu pemberian obat, barulah efek terapeutik dari obat itu akan tampak kepada pasien.Seperti, pikiran sudah mulai teratur, emosi yang mulai terkontrol dan susana perasaan berangsur membaik. “Rata-rata seperti itu kalo sudah dua minggu, sudah lumayan bagus perkembangannya,” tegas Danirul. (Adv)

Artikel ini telah dibaca 60 kali

Baca Lainnya

Hari Ini Pj Walikota Dilantik, Drs Sumardi Pesankan Ini

24 September 2023 - 17:07 WIB

Sumardi Kombes, “Semua Caleg Golkar Optimis Untuk Menang

20 September 2023 - 16:06 WIB

Tak Kekurangan Anggran Koni Bengkulu, Malah Banyak Tuai Protes Atlet, SUMARDI “Jangan Mempersulit”

8 September 2023 - 15:12 WIB

Cut Rafiqa Majid Pentingnya Parenting Bagi Orang Tua Dan Anak

4 September 2023 - 22:44 WIB

Afrida Ginting,Politisi Perempuan Kota Medan yang Merakyat dan Berjuang Untuk Kemajuan di Dapilnya

23 Agustus 2023 - 17:23 WIB

Begini Klarifikasi Kepala Sekolah SDN 88 Kota Bengkulu Terkait Tak Kibarkan Bendera

23 Agustus 2023 - 12:58 WIB

Trending di Bengkulu